Pangan merupakan kebutuhan yang sama sekali tidak bisa dihindarkan oleh manusia. Tidak ada seorang pun manusia yang ada di muka bumi ini yang tidak mengkonsumsi ataupun tidak memerlukan pangan. Hidup, stabilitas dan juga kemajuan suatu negara ataupun bangsa tergantung kepada ketersediaan dan juga harga pangan yang dimiliki. Seperti yang kita tahu, diberbagai negara salah satunya negara Indonesia mempunyai ketersediaan pangan yang bervariasi salah satu diantaranya adalah padi yang diolah menjadi beras.
Beras merupakan penyangga utama ketahanan pangan nasional, dan usaha tani padi merupakan tulang punggung ekonomi perdesaan. Oleh karena itu, perpadian dan perberasan memegang peran yang sangat strategis ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan keamanan nasional. Badan Pangan Dunia FAO menginterpretasikan ketahanan pangan sebagai kemampuan menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh penduduk sepanjang tahun, aman dan bergizi untuk menjalankan kehidupan yang aktif, sehat, dan produktif (FAO,1996).
Kebutuhan beras yang menjadi bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia terus meningkat seiring dengan penambahan jumlah penduduk. Peningkatan produksi padi dimasa mendatang akan menhadapi tantangan yang semakin berat baik akibat cekaman biotik maupun abiotik. Masalah abiotik utama yang menjadi hambatan dalam sistem produksi padi antara lain kekeringan, salinitas, rendaman, keracunan unsur logam seperti besi dan alumunium, serta defisiensi unsur hara (Mackill, 2008). Kendala-kendala tersebut akan terus berkembang dan akan menjadi lebih serius seiring dengan terjadinya perubahan iklim global.
Menurut dari penyampaian pidato M. Jusuf Kalla yang merupakan wakil presiden Indonesia ke-10 dan ke-12, sesuai dengan KEPRES, ada 4 hal yang tidak boleh ditender. Keadaan darurat seperti bencana, harga dibawah Rp 200 juta. Itu tidak perlu tender. Tinggal penunjukkan langsung dengan harga yang sudah ditentukan. Karena itulah, harga bibit ditentukan oleh Pemerintah setelah dihitung dengan betul bersama BPKP.
Wakil presiden M. Jusuf Kalla, juga mengemukakan dalam pidatonya yaitu Pangan memiliki ciri khas yang berbeda dari produksi kebutuhan hidup yang lainnya. Dengan begitu pemerintah memiliki kepentingan untuk tetap menjaga kestabilan harga pangan khususnya beras. Hal yang sering menjadi dilema adalah semakin tingginya populasi penduduk yang mengakibatkan lahan pertanian sawah yang ada menjadi semakin sempit karena dengan dibangunnya rumah dan bertambahnya jalan dan juga perindustrian di berbagai wilayah.
Menurutnya, yang bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi akibat kekurangan lahan dan juga terhambatnya ketersediaan pangan adalah produktivitas. Kunci dari produktivitas adalah teknologi. Karena itu pangan selalu dibarengi dengan teknologi yang baik. Produksi pangan tergantung dari beberapa hal, salah satu diantaranya yaitu bibit. Karena lahan yang terus menerus berkurang maka teknologi yang baik akan sangat menunjang untuk menyelamatkan kualitas serta kuantitas hasil pertanian negara.
Mesin tanaman padi otomatis atau biasa disebut dengan rice transplanter adalah alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi tertundanya waktu tanam yang serempak karena mengandalkan tenaga kerja manusia saja dalam proses penanamannya. Rice transplanter merupakan alat penanam bibit padi dengan jumlah, kedalaman, jarak dan kondisi penanaman yang dapat diseragamkan. Rice transplanter hadir sebagai solusi dari permasalahan yang dialami oleh petani. Rice transplanter adalah sebuah teknologi pembaruan dalam bidang pertanian yang berfungsi untuk memudahkan proses penanaman padi. Teknologi ini disebut juga sebagai alat penanam bibit modern. Rice transplanter dapat dijalankan oleh seorang operator dan satu orang asisten saja. Teknologi ini mampu menggantikan teknologi sebelumnya, yaitu tanam padi secara konvensional yang lebih banyak memerlukan tenaga kerja tanam pada proses penanaman bibit padi (Hapsari, Putri, Setyawan, 2018)
Negara kita Indonesia pernah mengalami yang namanya revolusi hijau pada tahun 1950-an. Untuk mewujudkannya lagi agar produktivitas kita semakin naik maka bisa dilakukan dengan teknologi dan peralatan yang canggih. Kenapa peralatan? Karena ketika banyaknya industri yang berkembang maka mayoritas masyarakat desa akan berpindah masuk ke kota. Maka dari itu, penerapan teknologilah yang mampu mewujudkan impian kita agar Indonesia bisa mengemban revolusi hijau.
0 komentar:
Posting Komentar