
Mangrove (hutan bakau) dan terumbu karang pasti sudah sering didengar dan diketahui banyak orang. Mangrove berfungsi untuk mencegah abrasi atau pengikisan pantai oleh gelombang laut, sedangkan terumbu karang berfungsi untuk habitat dan sumber makanan untuk makhluk hidup laut. Namun ada ekosistem yang selalu terlupakan yaitu lamun (Seagrass).
Secara harfiah lamun (Seagrass) artinya buah yang bisa berbicara. Namun secara bahasa lamun diartikan sebagai tanaman air yang berbunga (Antophyta) dan mempunyai kemampuan beradaptasi untuk hidup dan tumbuh di lingkungan laut. Padanan kata atau istilah lamun untuk seagrass, pertama kali diperkenalkan kepada para ilmuwan, peneliti dan akademisi di perguruan tinggi oleh Dr. Malikusworo Hutomo, APU dalam disertasi doktornya yang berjudul “Telaah ekologik komunitas ikan pada padang lamun di Teluk Banten (HUTOMO, 1985).
Di Indonesia kata lamun untuk padanan kata dari tumbuhan laut, seagrass, dapat dikatakan digunakan dengan “terpaksa” karena seharusnya terjemahan seagrass dalam bahasa Indonesianya adalah rumput laut. Kata rumput laut sudah digunakan secara umum dan baku bagi tumbuhan algae (seaweed), baik dalam dunia perdagangan maupun dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baku sehari-hari (ATMADJA, 1999).
Lamun merupakan tumbuhan Agiospermae yang masih memiliki kerabat dengan tumbuhan lili dan rimpang-rimpangan darat dari pada rumput sejati. Hidup lamun berada pada perairan laut dangkal dengan kedalaman 0.5 – 10 m atau lebih pada perairan jernih (Azkab, 2000). Struktur tubuh pada lamun memiliki akar, daun, bunga hingga biji. Lamun memiliki akar rimpang (rhizome) yang membuat lamun dapat bertahan meskipun air laut yang cukup deras, hal itu merupakan salah satu bentuk adaptasi lamun karena hidup pada lingkungan laut. Selain itu lamun juga memiliki kemampuan untuk hidrophilus atau melakukan polinasi di bawah laut (Umar, 2010).
Rimpang lamun tersebut sangat panjang dan setiap interval tertentu akan membentuk rimpang vertikal yang nantinya tumbuh daun dari basal area. Percabangan hasil dari rimpang horizontal ini akan membentuk tutupan lamun yang luas yang biasa disebut padang lamun (Hogarth, 2015).
Secara fisik lamun menjadi sebagai pendaur zat hara dan menstabilkan sedimen agar perairan tidak keruh (Satrya et al., 2012). Pelindung pantai dengan meredam gempuran ombak. Dari segi ekologi padang lamun sebagai penghasil bahan organic, tempat tinggal satwa laut, ikan dan biota lain. Padang lamun juga menyediakan makanan yang mampu menghidupi biota laut seperti ikan duyung dan penyu hijau, dimana satwa tersebut merupakan satwa yang dilindungi undang-undang.
Lamun juga memiliki fungsi farmakologis karena adanya senyawa bioaktif sebagai mekanisme dalam mempertahankan diri. Biasanya masyarakat pesisir memanfaatkan metabolit sekunder yang dimiliki lamun sebagai obat alami. Lamun atau seagrass dengan nama spesies Thalassia hemprichii diketahui mengandung senyawa bioaktif sebagai antibakteri, antifungi, antiprotozoa, dan sebagai bahan obat untuk penyakit kardiovaskular (Laksmi et al., 2006).
Pentingnya ekosistem laut khususnya lamun atau seagrass bagi manusia dan biota laut. ayang sekali apabila seiring berjalannya waktu kerusakan ekosisten lamun semakin hari semakin bertambah. Gerakan nyata dalam upaya melestarikan ekosistem lamun, yaitu melalui penyampaian kepada masyarakat tentang pentingnya lamun dan bagaimana menjaga ekosistem lamun.
Nama: Ananda Rifki Kunrniawan
Sumber:
ATMADJA, W.S. 1999. Perkembangan dan makna penelitian rumput laut (algae makro) di Indonesia. Pidato Pengukuhan Ahli Peneliti Utama, Jakarta 7 Desember 1999. P3O-LIPI, Jakarta, 42 hal.
Azkab, Muhammad Husni. 2000. Struktur dan Fungsi pada Komunitas Lamun. Majalah Ilmiah Semi Populer Oseana. Vol 25(3): 9 – 17.
Hogarth, P. J. 2015. The Biology of Mangroves and Seagrasses Third Edition. Oxford, Oxford University Press. pp. 44-46
HUTOMO, M. 1985. Telaah ekologi kominitas ikan pada padang lamun (seagrass, Anthophyta) di perairan Teluk Banten. Thesis Doktor. Fak. Pasca Sarjana-IPB, Bogor, 271 hal.
Kiswara, W., & Hutomo, M. (1985). Habitat dan sebaran geografik lamun. Oseana, 10(1), 21-30.
Laksmi, V., A, K. Goel., M, N. Srivastava., D, K. Kulshreshtha., & R, Raghubir. 2006. Bioactivity of marine organism: Part IX – Screening of some marine flora from the Indian coast. Indian Journal of Experimental Biology, 137-141.
Satrya, C., Muhammad, Y., Muhandis, S., Beginer, S., Dondy, A., & Fitryah, A. (2012). Keragaman Lamun di Teluk Banten, Provinsi Banten. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 29-34.
Umar, Tangke. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi, dan Rehabilitasi). Jurnal Ilmiah Agribisnis
0 komentar:
Posting Komentar