Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, perairan baik yang diolah maupun tidak diolah. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Di Indonesia, permasalahan pangan tidak kalah pelik dikaitkan dengan peningkatan jumlah penduduk. Pada tahun 2050, jumlah penduduk di Indonesia diperkirakan akan mencapai 321,4 juta jiwa, kelima terbesar di dunia setelah Tiongkok, India, Nigeria, dan AS. Hal ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam penyediaan pangan ke depan karena berkejaran dengan laju pertumbuhan penduduk yang melonjak cepat. Keputusan yang dibuat saat ini sangat menentukan apakah Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangan di masa depan dengan jumlah penduduk yang terus meningkat. Menyikapi tantangan tersebut, Presiden Joko Widodo memiliki visi jauh ke depan untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun 2045, bertepatan dengan 100 tahun Indonesia Merdeka. Ketajaman visi Presiden Joko Widodo telah dijabarkan oleh Menteri Pertanian Dr. Andi Amran Sulaiman dengan menyiapkan rencana strategis dan program aksi menuju Lumbung Pangan Dunia 2045 (LPD 2045) yang mencakup delapan komoditas, yaitu padi, jagung, kedelai, bawang merah, gula, daging sapi, cabai, dan bawang putih.
Konsep dasar lumbung pangan dunia pada mulanya lumbung pangan dipahami sebagai penyimpan (buffer stock) hasil panen padi. Namun dewasa ini konsep lumbung pangan berkembang seiring dengan dinamika permasalahan pangan dan berbagai kebijakan yang diimplementasikan. Dalam konteks Indonesia menuju Lumbung Pangan Dunia 2045, konsep lumbung pangan merupakan pengembangan dari konsep swasembada pangan yang selama ini dipahami oleh banyak praktisi dan birokrat.
Swasembada pangan umumnya dipahami sebagai ketersediaan pangan secara nasional dengan sasaran utama substitusi impor. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan swasembada sebagai usaha mencukupi kebutuhan sendiri. Dalam kaitannya dengan urusan pangan, swasembada pangan lebih diartikan sebagai usaha memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri. Swasembada juga diidentikkan dengan sikap bebas, mandiri, otonom, atau independen. Artinya, negara harus mampu mencukupi kebutuhan pangan nasional secara mandiri tanpa pasokan dari luar. Kemampuan swasembada pangan suatu negara direfleksikan dari tiga kategori, yaitu: (1) Kemampuan produksi yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat dengan faktor-faktor produksi yang sepenuhnya dapat dikendalikan oleh sistem produksi pada berbagai jenjang; (2) Kemampuan swasembada yang bersifat responsif, yaitu kemampuan pemulihan yang cepat setelah terjadinya goncangan produksi yang menyebabkan berkurangnya produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat; dan (3) Kemampuan swasembada yang bersifat antisipatif, yaitu kemampuan mengantisipasi terjadinya goncangan produksi yang menyebabkan berkurangnya produksi dan kemampuan antisipatif dalam pengadaan stok untuk mengatasi kekurangan konsumsi.
Penggunaan transplanter (alat-mesin tanam) padi mampu menghemat biaya tanam sebesar 30% dibandingkan dengan cara konvensional. Secara nasional, penghematan biaya tanam mencapai Rp.8,6 triliun setiap tahun. Sementara produksi padi dapat dinaikkan 10,6 juta ton gabah kering giling (GKG) per tahun atau senilai Rp.48 triliun. Dalam penyiangan gulma, penggunaan alat-mesin penyiang tiga kali lebih cepat dibandingkan cara konvensional dengan nilai penghematan biaya penyiangan mencapai Rp.7 triliun. Penggunaan traktor pengolah tanah juga mampu mengurangi penggunaan tenaga kerja konvensional dengan operasionalisasi yang lebih cepat. Kehilangan hasil panen dapat ditekan dengan penggunaan combined harvester. Penggunaan alat-mesin panen ini dapat mengurangi kehilangan hasil padi dari 10-11% dengan cara konvesional menjadi 5% jika menggunakan combined harvester. Penggunaan alat-mesin pertanian, baik pra maupun pascapanen menjadi penggerak percepatan proses peningkatan produksi dan efisiensi usaha tani sehingga petani mendapatkan manfaat yang lebih besar.
Berbagai terobosan kebijakan dan program peningkatan kesejahteraan keluarga petani telah dilakukan. Upaya khusus peningkatan produksi, nilai tambah, kualitas, dan pasar produk pangan dan pertanian telah memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan petani. Upaya diversifikasi pangan untuk pemenuhan gizi dan peningkatan pendapatan keluarga telah dilakukan, di antaranya melalui program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), lumbung pangan masyarakat, pengembangan industri pangan rumah tangga, dan pengembangan komoditas pangan strategis. Upaya strategis yang mencakup peningkatan dan penguatan swasembada pangan, ketahanan pangan, kedaulatan pangan, dan penyejahteraan keluarga petani melalui strategi operasionalisasi sebagaimana diuraikan di atas merupakan solusi permanen bagi peningkatan kesejahteraan petani. Dari perspektif pemerataan manfaat yang berkeadilan, negara harus hadir dengan kebijakan harga yang tepat dan mampu mengurangi dampak buruk disparitas harga pangan agar petani dan pedagang mendapatkan margin keuntungan yang berkeadilan dan tidak memberatkan konsumen.
Peran sektor pertanian dalam perekonomian mencakup penyediaan pangan dan input bagi industri pengolahan, peningkatan nilai tambah, perluasan kesempatan kerja, dan ekspor. Kegiatan utama (core business) sektor pertanian adalah usaha tani (pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan). Pada dasarnya, sistem produksi usaha tani berbasis proses biologi sehingga produktivitas dipengaruhi oleh kondisi agroekosistem. Faktor lain yang ikut menentukan kinerja pertanian adalah kondisi infrastruktur, struktur-perilaku-kinerja pasar input dan output, dan keterkaitan dengan sektor hulu dan hilir. Oleh karena itu, salah satu strategi peningkatan efisiensi produksi pertanian kawasan adalah melalui konsolidasi pengelolaan berbasis agroekosistem yang dipadukan dengan potensinya sebagai salah satu prime-mover pertumbuhan ekonomi wilayah. Prinsip dasar optimalisasi sumber daya adalah bagaimana mengalokasikan sumber daya yang tersedia agar tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud. Oleh karena itu, unsurnya terdiri atas variabel keputusan, tujuan, dan kendala sumber daya. Variabel keputusan ditentukan oleh ruang lingkup dan konteks permasalahan yang ingin dipecahkan serta instrumen yang akan diterapkan untuk memecahkan masalah tersebut. Penentuan tujuan berpijak pada aspirasi yang didasarkan atas realitas yang dihadapi dalam ruang lingkup dan konteks permasalahan. Kendala sumber daya mencakup karakteristik dan kuantitas sumber daya yang dapat diakses. Pengertian “dapat diakses” mengacu pada penguasaan teknologi pemanfaatan sumber daya tersebut.
Nama : Anisahibatusauda
0 komentar:
Posting Komentar