Rabu, 23 Juni 2021

Pemanfaatan Air Limbah Domestik untuk Pertanian dengan Teknologi Constructed Wetland (CW) dan Desinfektan

    Di negara berkembang, Kebutuhan air diperkirakan akan terus bertambah seiring pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan industri, juga luas lahan pertanian. Permasalahan yang terjadi adalah Kebutuhan akan air baku yang cukup besar tidak diikuti dengan persediaan air baku serta terjadi Penggunaan secara berlebihan air untuk memenuhi suplai air yang kemudian dilakukan Pembuangan limbah langsung ke badan air seperti sungai dan danau telah menyebabkan terjadi perubahan karakteristik fisik dan kimia ekosistem perairan. Pembuangan air limbah tanpa melalui pengolahan memiliki dampak besar pada keanekaragaman perairan, kesehatan masyarakat dan eutrofikasi. Ketersediaan air adalah faktor yang paling penting dalam mendukung terlaksananya kegiatan di bidang pertanian. Kebutuhan  air dalam bidang pertanian cukup besar, namun prioritas suplai air untuk memenuhi kebutuhan tersebut termasuk salah satu permasalahan utama yang sampai saat ini masih menjadi bahasan yang belum terselesaikan.

    Lalu, Bagaimana Negara berkembang mengatasi Permasalahan ini? Yap, Penggunaan kembali air limbah (wastewater reuse) menjadi sebuah solusi dalam menghadapi permasalahan peningkatan kebutuhan air dan kelangkaan air. Secara prioritas dan ketepatan sasaran, bidang pertanian menjadi tujuan utama untuk suplai air hasil pengolahan air limbah, karena tidak seperti penggunaan air domestik dan industri yang perlu mempertimbangkan  air yang baik. Pemanfaatan air limbah dapat mengurangi penggunaan air baku. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian air untuk suplai air diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yang berhubungan dengan pertanian adalah kelas 3 dan kelas 4 yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

     Sumber air limbah yang berpotensi dimanfaatkan kembali sebagai suplai air pertanian adalah limbah domestik. Air limbah domestik adalah air buangan dari rumah tangga, industri ataupun tempat tempat umum lain yang mengandung bahan yang dapat mencemari lingkungan dan kehidupan manusia (Metcalf & Eddy dalam Supradata, 2005). Terdapat Resiko yang menjadi fokus  Penggunaan kembali air limbah domestik salah satunya terkait pada resiko biologis, seperti bakteri  (Fekal koliform, Total koliform, Legionella sp.), virus (Enterovirus dan Bacteriophages), dan nematoda yang mungkin menjadi resisten terhadap pengolahan air limbah konvensional seperti Chlorination, sehingga Pengolahan air limbah menjadi faktor penting dalam pememanfatan kembali air limbah domestik.  

    Pengolahan air limbah domestik untuk suplai pertanian dapat dilakukan dengan beberapa alternatif pengolahan yang sering dikombinasikan seperti Desinfeksi Ultraviolet (UV), Constructed Wetland (CW), Chlorination (Chlo), Granular Activated Carbon (GAC), Depth Filter (DF),  Dissolved Air Flotation (DAF), Ultrafiltrasi (UF), Reverse osmosis (RO), dan Koagulasi/flokulasi  [A. Akhoundi. 2018. M. P. D. Pino and D. Bruce.1999)].  Konsep Pengolahan air limbah menggunakan CW menjadi cukup dominan karena dinilai ramah lingkungan dan cukup efektif menurunkan polutan seperti TS, COD, dan LAS sekitar 40-70% sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut dengan tetap mempertimbangkan risiko biologis dalam air limbah seperti Kandungan fekal koliform dan total koliform dalam air limbah domestik. Untuk hal tersebut CW dapat dikombinasikan dengan Desinfeksi untuk menghasilkan mutu pengolahan air limbah domestik tersebut. Konsep CW dan desinfeksi  menjadi alternatif dalam pengolahan air domestik dengan mereduksi polutan sangat baik terutama parameter fisik dan kimia, mereduksi parameter biologis dilakukan dengan desinfeksi. Konsep ini juga menjadi alternatif dalam menambah nilai estetika dan berkelanjutan terkait penggabungan prinsip pengolahan air limbah dan penambahan tanaman. Proses Pengolahan Air limbah Domestik kombinasi Constructed Wetland dan desinfeksi meliputi secondary treatment, Tertiary treatment dan Quaternary treatment (D. Bixio.2006).  Proses umum dalam suatu tahapan pengolahan air limbah meliputi beberapa tahapan yaitu influent (aliran masuk), grit and grease removal (penyingkiran pasir dan lemak), biological treatment (perawatan biologis), sedimentasi dan sludge production (pengeluaran lumpur), send filtery (saluran pembuangan) dan desinfeksi, dan efluent (aliran keluar) (S. Magni.2019). Pola aliran pengolahan Constructed Wetland ini digolongkan menjadi 2 pola yaitu vertikal dan horizontal.

Gambar. Pola Constructed Wetland

    Perancangan CW ini dapat menggunakan kombinasi kerikil, pets, arang, sekam, zeolit, dan lain-lain. Salah satu tanaman yang dapat menggunakan konsep constructed wetland yaitu tumbuhan Typha latifolia atau yang biasa dikenal tumbuhan lilin air atau ekor kucing atau broadleaf cattail dalam bahasa inggris merupakan anggota dari famili Typhaceae. Tumbuhan ini merupakan herba perenial yang berhabitat di rawa-rawa atau tanah yang tergenang. Tumbuhan lainnya yaitu seperti Cupressus sempervirens, Juniperus horizontalis, Myrtus communis, Arbutus unedo, Spiraea japonica, Weigelia florida, Vertiveria zizonioides (A. C. S. P. Suswati and W. Gunawan. 2013, C. Lubelloa .2004).

Gambar Tanaman ekor Kucing





Kesimpulan

    Ketersediaan air baku dengan kebutuhan akan air baku merupakan sebuah permasalahan yang selalu menjadi topik yang tidak hentinya dibahas. Untuk mengatasi hal tersebut perlunya dilakukan pengolahan  air limbah, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan air dalam pertanian. Sumber air limbah yang berpotensi dimanfaatkan kembali sebagai suplai air pertanian adalah limbah domestik. Salah satu pengolahan terbaik dan ramah lingkungan yaitu menggunakan metode constructed wetland dan desinfektan.






Ismatul Faridah_ Agroekoteknologi 2020

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar