Talas Beneng (Xanthosoma undipes)
Di Indonesia, talas dikonsumsi sebagai makanan pokok dan bahan tambahan makanan. Talas mengandung karbohiddrat, protein, lemak, dan vitamin yang tinggi. Pemerintak terus menerus mendukung talas sebagai bahan non pangan, namun memiliki potensi untuk dikembangkan (Saputro, dkk., 2012).
Salah satu biodiversitas lokal Kaupaten Pandeglang adalah talas beneng (Xanthosoma undipes). Ukuran talas beneng dapat mencapai 30 kg dalam umur 2 tahun, panjang mencapai 1,2-1,5 m, ukuran lingkar luar 50 cm, serta berwarna kuning membuat masyarakat menyebutnya talas beneng atau besar dan koneng (kuning). Talas beneng mulanya merupakan tanman liar di hutan Gunung Karang Pandeglang yang pertumbuhannya sangat mudah dan cepat sehingga sering dianggap tanaman pengganggu (Rostianti, dkk., 2018).
Talas Banten lebih dikenal dengan nama beneng yang merupakan singkatan dari besar dan koneng yang artinya berukuran besar dan berwarna kuning. Berasal dari Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, talas ini menjadi salah satu komoditi bahan pangan pokok di Provinsi Banten selain beras dan aneka umbi.Talas beneng memiliki karakteristik yang berbeda dengan talas dari daerah lainnya. Talas ini tumbuh liar di lereng gunung, memiliki batang yang besar dan panjang serta pada bagian akarnya terdapat umbi-umbi kecil (kimpul) yang bergerombol. Selain kimpul, bagian utama yang dapat dimakan adalah batang.
Talas beneng merupakan jenis ubi-ubian asli Pandeglang yang penanaman dan pengelolaannya telah berhasil dikembangkan warga kelompok tani yang dapat disajikan dalam berbagai bentuk seperti keripik kue dan bahan dasar penganan lainnya.
Bagian yang dapat dimakan dari talas ini cukup banyak. Batang umbi berumur lebih dari dua tahun, panjang mencapai 120 cm dengan bobot 42 kg dan ukuran lingkar luar 50 cm. Talas banten memiliki kadar protein, mineral dan serat pangan yang relatif tinggi.
Tepung yang dihasilkan memiliki kadar oksalat rendah dan berwarna cerah. Beberapa formulasi produk olahan dari tepung talas banten telah dihasilkan, seperti brownies, bakpao, dan kue kering.
Pengolahan produknya yang hingga saat ini cenderung konvensional seperti dikukus, digoreng dan tidak dikomersialisasikan, padahal tanaman ini merupakan spesifik lokasi sehingga mempunyai nilai strategi sebagai bahan pangan lokal untuk ketahanan pangan. Talas Beneng mempunyai kandungan nutrisi yang cukup baik, yaitu protein 2,01%, karbohidrat 18,30%, lemak 0,27%, pati 15,21% dan kalori sebesar 83,7 kkal.
Talas beneng memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai sumber pangan lokal. Ukurannya yang besar dengan kadar protein yang tinggi serta warna kuning yang menarik adalah kelebihan yang dimiliki talas beneng yang menjadi ciri khas yang tidak dimiliki talas jenis lain.
Walaupun kadar oksalatnya tinggi, dengan perlakuan perendaman dalam garam dapat menurunkan kadar oksalat. Pengolahan tepung menjadi aneka produk akan memperluas pemanfaatan talas beneng dalam upaya mendukung ketahanan pangan.
Saat ini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor serta Badan Ketahanan Pangan Daerah dan Fakultas Pertanian Untirta Banten sedang mengembangkan potensi talas Banten (beneng) untuk lebih ditingkatkan lagi pemanfaatannya.
Informasi lebih lanjut : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Sumber :
Rostianti, Tuti, dkk. 2018. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Talas Beneng sebagai Biodiversitas Pangan Lokal Kabupaten Pandeglang. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 1(2) : 1-7
Saputro, Mochamad Adi, dkk. 2012. Pati Talas yang Dimodifikasi dengan Asetilasi Menggunakan Asam Asetat. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 1(1) : 258-263
0 komentar:
Posting Komentar